Kamis, 08 Desember 2011

Untukmu Kader Dakwah : Materi mentoring Mahasiswa

Created by : Indra Kusuma Aryanto dkk

Jama'ah Nurruzzaman UKMKI UNAIR
 Session 1


BERNIATLAH DENGAN BENAR
TUJUAN :
1.      Memahami makna niat baik secara bahasa maupun istilah
2.      Memahami pentingnya niat dalam beramal
3.      Mengetahui cara-cara untuk menumbuhkan niat yang ikhlas

PENDAHULUAN
Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia berkata:
Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’” (Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits).
Ketika menyusun kitab Shahih-nya, Imam Bukhari memulai dengan sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya amal ibadah itu tergantung pada niat”. Imam Bukhari menempatkan hadits tersebut dalam urutan pertama di antara hadits-hadits yang lain, seolah ingin mengingatkan bahwa apa yang terkandung dalam hadits tersebut sangat penting dan memang layak untuk ditempatkan dalam urutan pertama. Hadits tersebut berhubungan dengan niat, dan niat – sebagaimana disebutkan oleh Imam Syafi’i – adalah IBADAH HATI sebagai bagian ibadah secara keseluruhan.
PEMBAHASAN
Setiap Amal Tergantung Niatnya
Diterima atau tidaknya dan sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya. Demikian juga setiap orang berhak mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya dalam beramal. Dan yang dimaksud dengan amal disini adalah semua yang berasal dari seorang hamba baik berupa perkataan, perbuatan maupun keyakinan hati.
Secara Fiqh, niat diartikan ketetapan hati untuk melakukan sesuatu dan dilakukan bersamaan dengan perbuatan tersebut. Berbeda dengan ‘azam, yaitu keinginan melakukan sesuatu di waktu yang akan datang. Sebagai rukun, niat menjadi salah satu faktor sah atau tidaknya suatu amal ibadah. Tanpa niat, ibadah yang kita lakukan tidak bisa memenuhi ukuran sah. Kedudukan niat sebagai rukun pertama, menjadikannya titik awal sebagai kunci yang menjadi pembuka pintu ibadah. Tanpa diawali dengan niat, tentu kita tidak akan bisa masuk ke dalam ibadah tersebut. Meskipun secara lahiriah bisa saja kita beribadah tanpa niat, namun ibadah tersebut tidak akan mendapatkan legitimasi hukum syara’,  hanya akan menjadi gerakan tanpa makna.
Niat itu sendiri melmiliki dua fungsi, yakni jika niat berkaitan dengan sasaran suatu amal, maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal kebiasaan. Sebagai contoh mandi, niatlah yang akan membedakan antara mandi sebagai kebiasaan sehari-hari dengan mandi untuk bersuci dari hadats. Yang kedua jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya. Kita tahu bahwa amal ibadah itu sangat beragam macam dan jenisnya. Shalat misalnya, ada shalat fardlu (wajib) dan juga shalat sunnah. Shalat fardlu juga bermacam-macam, ada yang fardlu ‘ain seperti shalat lima waktu, dan juga ada yang fardlu kifayah seperti shalat jenazah. Demikian juga shalat sunnah dan ibadah yang lain, sangat beraneka ragam. Dengan begitu banyaknya macam dan jenis ibadah, di situlah peranan niat menjadi sangat penting dan signifikan. Niat akan membedakan tingkatan satu ibadah dengan ibadah lainnya, antara yang fardlu dengan yang sunnah. Niat jugalah yang akan membedakan jenis-jenis ibadah, antara satu fardlu dengan fardlu yang lain, sunnah yang satu dengan sunnah yang lain.
Niat juga bisa mengubah perbuatan yang pada lahirnya bersifat kebiasaan menjadi perbuatan yang bernilai ibadah. Makan, jika didasari dengan niat agar badan bisa kuat dalam beribadah, tentu makan pun bisa bernilai ibadah. Sebaliknya, ibadah tanpa didasari niat yang benar bisa berubah menjadi perbuatan biasa tanpa nilai ibadah di dalamnya. Riya’ dan mengharapkan pujian orang lain dalam bershadaqah hanya akan menghilangkan nilai ibadah dan menghapuskan pahala shadaqah itu sendiri.
Menurut Imam Ghazali, niat adalah kemauan hati yang berhubungan dengan perbuatan. Kemauan tersebut tidak muncul begitu saja, namun erat hubungannya dengan sebab dan tujuan yang mendasari lahirnya suatu perbuatan. Orang yang bekerja misalnya, ia bekerja karena ingin memenuhi kebutuhan hidupnya, dan ia tahu bahwa bekerja adalah salah satu jalan agar kebutuhan hidupnya bisa terpenuhi. Sebab dan tujuan tersebut menumbuhkan kemauan dalam hatinya yang akhirnya diwujudkan dalam perbuatan nyata yaitu bekerja. Dalam pelaksanaan ibadah, niat merupakan proses persiapan diri dalam menyatukan hati, pikiran dan badan. Hal ini akan membantu kita untuk melakukan ibadah secara total, baik lahir maupun batin.
Niat adalah ibadah hati yang menghubungkan manusia sebagai hamba dengan Allah sebagai Sang Pencipta. Niat melambangkan pengakuan batin terhadap kekuasaan Allah yang akan membuat ibadah menjadi semata-mata hanya untuk Allah. Hakikat niat bukan hanya sekadar ucapan “nawaitu” (aku berniat), tetapi merupakan bentuk ketundukan hati sebagai pengejawantahan rasa iman. Ketika kita shalat, tidak hanya sekadar “ushalli” (aku niat shalat), namun niat merupakan pengejawantahan rasa iman bahwa shalat adalah kewajiban seorang muslim kepada Allah. Niat tersebut didasari bahwa shalat adalah jalan ber-munajah untuk mengharapkan ridlo dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Keberadaan niat tidak hanya sebatas di awal ibadah, tetapi hadir sepanjang pelaksanaan ibadah.
Niat adalah proses pendalaman terhadap makna di balik gerakan lahiriyah ibadah mulai dari awal sampai akhir. Proses pendalaman makna ibadah itulah yang menjadikan niat disebut sebagai ruh amal. Artinya, ibadah tidak hanya dilakukan secara lahiriyah saja, namun hati juga ikut menjiwai makna dan hakekat ibadah tersebut. Ketika proses penjiwaan tersebut menjadi inti dari ibadah yang dilakukan, maka disitulah “niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya”.
Dalam hubungannya dengan ibadah, niat tidak dapat terlepas dari sifat ikhlas. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan menjadi kunci diterima atau tidaknya amal ibadah oleh Allah. Keikhlasan niat seseorang timbul dari kebersihan hati yang akan membawanya semakin dekat kepada Allah. Inilah yang disebut oleh Imam Ghazali bahwa niat adalah futuh (terbukanya hati).
Ketika hati kita sudah terlatih untuk berbuat dengan niat yang ikhlas, dari situlah ibadah yang kita lakukan tidak hanya gerakan lahiriyah belaka melainkan bentuk kepasrahan total seluruh jiwa dan raga di hadapan Allah. Dari situlah ibadah menjadi terasa nikmat dan indah. Dan pada akhirnya, kenikmatan beribadah tersebut akan menjalar dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kehidupan yang kita jalani insya Allah akan terasa lebih bermakna.
Satu kisah tentang bagaimana seseorang melaksanakan tugasnya dengan ikhlas, lillahi ta’ala :
Karena telah bertugas setahun sebagai Gubernur Homs, Suriah, suatu hari Umair bin Sa’id dipanggil Umar bin Al Khaththab untuk menghadap ke Madinah. Sang Khalifah ingin mendengar sendiri dari Umair perihal perkembangan daerah Homs. Tetapi, betapa terkejutnya sang khalifah, karena ternyata sang gubernur datang menghadap dengan berjalan kaki dari Homs. Dia hanya ditemani sebuah tongkat, tas, dan sebuah kantong air. Melihat hal yang demikian itum sang khalifah bertanya kepada bawahannya itu, “Apa yang terjadi? Apakah engkau dapatng dari negeri yang dilanda kemarau panjang? Atau dari negeri yang telah ditimpa bencana?”
“Amirul Mukminin!” jawab sang gubernur seraya meletakkan tasnya, “Engkau ini bagaimana, bukankah saya telah datang dengan membawa dunia yang saya masih tertarik dengannya?”
“Apa yang engkau bawa dari dunia ini?” Tanya sang khilafah penuh rasa ingin tahu.
“Sebuah tongkat untuk membantuku berjalan dan mengalau musuh sekiranya mereka mengkalangi perjalananku. Sebuah tas yang berisi perbekalan makananku. Dan, sebuah kantong air untuk minum dan berwudhu. Demi Allah, selain ketiga barang ini, apa yang saya cari dari dunia, wahai Amirul Mukminin?”
Saat itu juga Umar bin Khaththab bengkit dan meninggalkan majelis menuju pusara Rasulullah dan Abu Bakar Al-Shiddiq. Dia sangat terharu mendengar jawaban Umair bin Said. Sambil menahan lelehan air mata, dia memanjatkan doa. Tak lama, dia kembali lagi ke majelis dan menanyakan segala sesuatunya kepada sang gubernur.
Selepas rampung tugasnya, Umair segera kembali ke Homs. Umar bin Khaththab mengutus Habib bin Abu Balta’ah, sahabat yang terkenal sebagai pemanah yang jitu, untuk mengetahui bagaimana keadaan Umair sebenarnya, sambil memberikan uang 100 dinar. Umar berpesan, “ tinggallah engkau bersama Umair selama tiga hari. Jika dia memang hidup dalam keadaan serba kekurangan, serahkanlah uang ini kepadanya!”
Selepas Habib tiba di Homs, selama tiga hari dia mengamati kehidupan Umair. Karenya sangat papanya kehidupan Umair, tanpa ragu lagi Habib memberikan uang itu kepada gubernur. Dan, kali ini, Habib yang dibuat terkejut, kerena saat itu juga Umair membagi-bagikan semua uang pemberian sang khalifah kepada fakir miskin.
Ketika Habib bin Abu Balta’ah kembali ke Madinah dan ditanya oleh sang khilafah mengenai keadaan Umair, dengan terharu dia berucap, “Berbahagialah engkau, wahai Amirul Mukminin, karena engkau memiliki anak buah yang tak mudah tergoda oleh pesona duniawi!”


KESIMPULAN
Begitu pentingnya niat sebelum perbuatan kita, maka sebisa mungkin kita harus berusaha untuk menumbuhkan niat yang ikhlas hanya kepada Allah SWT. Sekali lagi hanya kepada Allah SWT, karena tanpa disadari kita seringkali membelokkan arti ikhlas karena Allah SWT hanya karena urusan lainnya. Berikut ini cara untuk untuk menumbuhkan niat yang ikhlas :
1.      Mengetahui arti keikhlasan dan urgensinya dalam beramal
2.      Menambah pengetahuan tentang Allah SWT dan hari kiamat. Dengan mengetahui ilmu tentang-Nya, maka seseorang mengenal Allah SWT dengan sebenar-benarnya tentulah tidak akan berani berbuat syirik (menyekutukan Allah dengan selain-Nya di dalam niatnya). Ia juga akan mempertimbangkan amal-amalnya dan balasannya nanti di akhirat.
3.      Memperbanyak membaca/berinteraksi dengan al-Qur’an, karena al-Quran adalah penyembuh dari segala penyakit dalam dada (QS.10:57) termasuk penyakit riya, ujub, dan sum’ah.
4.      Memperbanyak amal-amal rahasia, sehingga kita terbiasa untuk beramal karena Allah semata tanpa diketahui orang lain.
5.      Menghindari / mengurangi saling memuji, karena dengan pujian terkadang orang jadi lalai hatinya dan menjadi sombong.
6.      Berdoa, dengan tujuan agar selalu diberi keikhlasan dan dijauhi dari syirik. Doa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW : “Allahumma innii a’udzubika annusyrikabika syaian a’lamuhu wa astaghfiruka lima laa a’lamuhu.” (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari syirik kepada-Mu dalam perbuatan yang aku lakukan dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap apa yang tidak aku ketahui.)

Maroji’ :
1.      Syaikh Mustafa Mansyur. 2000. Fiqh Dakwah. Jakarta : Al I’tishom
2.      Jasiman LC. 2009. Syarah Rasmul Bayan Tarbiyah. Surakarta : Auliya Press
3.      Yuceu Ekajaya. 2004. Di Bawah Naungan Cahaya Ilahi. Surakarta : Nurul Huda Press
4.      Seri keempat buku Mentoring Islam Elektronik.    http://itc.esmartstudent.com/buku_mentoring_islam_elektronik_4.pdf

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT

TUJUAN :

1.      Memahami urgensi arti dua kalimat syahadat
2.      Memahami pengaruh syahadat bagi kehidupan seorang mukmin
3.      Memahami makna dan kandungan syahadatain secara benar
4.      Mampu menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam syahadatain dalam kehidupan sehari-hari

PENDAHULUAN

Kalimah syahadatain adalah kalimat yang tidak asing lagi bagi umat Islam.Kita senantiasa menyebutnya setiap hari, misalnya ketika shalat dan azan.Kalimah syahadatain sering diucapkan oleh ummat Islam dalam pelbagai keadaan.Sudah selayaknya kita menghafal kalimat tersebut dan dapat menyebutnya dengan fasih, namun sejauh manakah kalimat syahadatain ini difahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari ummat Islam ?
Tingkah laku ummat Islam yang terpengaruh dengan jahiliyah atau cara hidup barat yang memberi gambaran bahwa syahadat tidak memberi kesan lainnya seperti tidak menutup aurat, melakukan perkara-perkara larangan dan yang meninggalkan perintah-Nya, memberi kesetiaan dan taat bukan kepada Islam, dan mengingkari rezki atau tidak menerima sesuatu yang dikenakan kepada dirinya.  Contoh ini adalah wujud dari seseorang yang tidak memahami syahadat yang dibacanya dan tidak mengerti makna yang sebenarnya dibawa oleh syahadat tersebut.
Kalimah syahadat merupakan asas utama dan landasan penting bagi rukun Islam.  Tanpa syahadat maka rukun Islam lainnya akan runtuh begitupun dengan rukun Iman.  Tegaknya syahadat dalam kehidupan seorang individu maka akan menegakkan ibadah dan dien dalam hidup kita.  Dengan syahadat maka wujud sikap ruhaniah yang akan memberikan motivasi kepada tingkah laku jasmaniah dan akal fikiran serta memotivasi kita untuk melaksanakan rukun Islam lainnya.
Di kalangan masyarakat Arab di zaman Nabi SAW, mereka memahami betul makna dari syahadatain ini, terbukti dalam suatu peristiwa dimana Nabi SAW mengumpulkan ketua-ketua Quraisy dari kalangan Bani Hasyim, Nabi SAW bersabda :  Wahai saudara-saudara, mahukah kalian aku beri satu kalimat, dimana dengan kalimat itu kalian akan dapat menguasai seluruh jazirah Arab.  Kemudian Abu Jahal terus menjawab :  Jangankan satu kalimat, sepuluh kalimat berikan kepadaku.  Kemudian Nabi SAW bersabda :  Ucapkanlah Laa ilaha illa Allah dan Muhammadan Rasulullah.  Abu Jahal pun terus menjawab :  Kalau itu yang engkau minta, berarti engkau mengumandangkan peperangan dengan semua orang Arab dan bukan Arab.
Penolakan Abu Jahal kepada kalimat ini, bukan karena dia tidak faham akan makna dari kalimat itu, tetapi justru sebaliknya. Dia tidak mau menerima sikap yang mesti tunduk, taat dan patuh kepada Allah SWT saja, dengan sikap ini maka semua orang akan tidak tunduk lagi kepadanya. Abu Jahal ingin mendapatkan loyalitas dari kaum dan bangsanya.Penerimaan syahadat bermakna menerima semua aturan dan segala akibatnya.Penerimaan inilah yang sulit bagi kaum jahiliyah mengaplikasikan syahadah.
Sebenarnya apabila mereka memahami bahwa loyalitas kepada Allah itu juga akan menambah kekuatan kepada diri kita. Mereka yang beriman semakin dihormati dan semakin dihargai. Mereka yang memiliki kemampuan dan ilmu akan mendapatkan kedudukan yang sama apabila ia sebagai muslim. Abu Jahal adalah tokoh di kalangan Jahiliyah dan ia memiliki banyak potensi diantaranya ialah ahli hukum (Abu Amr). Setiap individu yang bersyahadat, maka ia menjadi khalifatullah fil ardhi.
PEMBAHASAN
Syahadatain adalah rukun Islam yang pertama. Kepentingan syahadat ini karena syahadat sebagai dasar bagi rukun Islam yang lain dan bagi tiang untuk rukun Iman dan Dien.  Syahadatain ini menjadi ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islam.  Oleh sebab itu, sangat penting syahadat dalam kehidupan setiap muslim.  Sebab-sebab kenapa syahadat penting bagi kehidupan muslim adalah :
1. Madkhol Ila Al-Islam(Pintu masuk ke dalam Islam)
Sahnya iman seseorang adalah dengan menyebutkan syahadatain. Kesempurnaan iman seseorang bergantung kepada pemahaman dan pengamalan syahadatain. Syahadatain membedakan antara orang muslim dengan kafir.
“Rasulullah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal saat mengutusnya ke penduduk Yaman, “Kamu akan datang kepada kaum ahli kitab. Jika kamu telah sampai kepada mereka, ajaklah mereka agar bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu, beritakan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka lima shalat setiap siang dan malam. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu beritakan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan sedekah (zakat) yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu hati-hatilah kamu terhadap kemuliaan harta mereka dan waspadalah terhadap doanya orang yang dizalimi, sebab antara dia dan Allah tidak ada dinding pembatas.” (H.R. Bukhari Muslim).
Pentingnya mengerti, memahami dan melaksanakan syahadatain karena manusia berdosa akibat melalaikan pemahaman dan pelaksanaan syahadatain.
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tingal.” Q.S. Muhammad (47) ayat  19.
Ketidakkonsistenan sikap seseorang dengan pernyataan tauhidnya (Laa Ilaaha Illallah) adalah perbuatan dosa, karena pernyataan tersebut pada hakikatnya adalah pernyataan ikrar kecintaan, ketaatan dan rasa takut hanya kepada Allah semata. Maka bila seorang muslim tidak menunaikan shalat, tidak menutup aurat, terlibat dalam pergaulan bebas antar lawan jenis, hal itu merupakan sikap tidak konsisiten dengan pernyataan Laa Ilaaha Illallah. Karena dengan sikap seperti itu, cinta, taat, dan rasa takutnya tidak diarahkan kepada Allah, tetapi kepada hawa nafsunya sendiri.
Manusia menjadi kafir karena menyombongkan diri terhadap Laa Ilaha Illallah dan tidak mau mengesakan Allah.
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha Illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.” Q.S. As Shaffat (37) ayat 35
 Yang dimaksud menyombongkan diri ketika diperdengarkan kalimat ”Laa Ilaaha Illallah” tidak semata-mata karena tidak mau mengucapkan atau mendengarkannya, tetapi yang yang dimaksud adalah substansinya, yaitu hanya taat, takut dan cinta kepada Allah. Karena itu kesombongan diri dalam ayat ini maksudnya adalah sikap tidak mau taat dan tunduk kepada perintah Allah, seperti perintah shalat, menutup aurat, menjauhi pergaulan bebas, berkhalwat dengan yang bukan mahramnya dan sebagainya.
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan, para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Q.S. Ali Imran (3) ayat 18.
Manusia bersyahadat di alam arwah sehingga fitrah manusia mengakui keesaan Allah.Ini perlu disempurnakan dengan syahadatain sesuai ajaran Islam.Sesuai dengan yang tertulis dalam Q.S. Al A’raf ayat 172.
2. Khulashah Ta’alim Islam  (Inti Sari Ajaran Islam)
Pemahaman muslim terhadap Islam bergantung kepada pemahamannya terhadap syahadatain. Sebab seluruh ajaran Islam terdapat dalam dua kalimat yang sederhana ini.
Ada 3 hal prinsip syahadatain :
1.      Pernyataan Laa Ilaha Illallah merupakan penerimaan penghambaan atau ibadah kepada Allah saja. Melaksanakan minhajillah merupakan ibadah kepada-Nya.
2.      Menyebut Muhammad Rasulullah merupakan dasar penerimaan cara penghambaan itu dari Muhammad saw. Dan Rasulullah adalah teladan dalam mengikuti Manhaj Allah.
3.      Penghambaan kepada Allah meliputi seluruh aspek kehidupan. Ia mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri dan dengan masyarakatnya.
Makna Laa Ilaha Illallah adalah penghambaan kepada Allah serta Rasul diutus dengan membawa ajaran tauhid seperti di dalam QS. Al Anbiya :25. Sedangkan manusia yang menyembah Allah SWT akan timbul ketaqwaan dalam dirirnya (Q.S. Al Baqarah : 21)
Seluruh aktivitas hidup manusia secara individu, masyarakat dan negara harus ditujukan untuk mengabdi Allah swt saja karena Islam adalah satu-satunya syari’at yang diridhai Allah.Tidak dapat dicampur dengan syari’at lainnya.Seperti dalam QS. Ali Imran : 19.
3. Asasul Inqilab (Dasar-Dasar Perubahan)
Syahadatain mampu mengubah manusia dalam aspek keyakinan, pemikiran, maupun jalan hidupnya.Perubahan meliputi berbagai aspek kehidupan manusia, secara individu ataupun masyarakat.Ada perbedaan penerimaan syahadatain pada generasi pertama umat Muhammad dengan generasi sekarang. Perbedaan tersebut disebabkan pemahaman terhadap makna syahadatain secara bahasa dan pengertian, sikap konsisten terhadap syahadat tersebut dalam pelaksanaan ketika menerima maupun menolak.
Umat terdahulu langsung berubah ketika menerima syahadatain. Mereka yang tadinya bodoh menjadi pandai, yang kufur menjadi beriman, yang bergelimang dalam maksiat menjadi taqwa dan abid, yang sesat mendapat hidayah. Masyarakat yang tadinya bermusuhan menjadi bersaudara di jalan Allah.
Syahadatain dapat mengubah masyarakat dahulu, maka syahadatain pun dapat mengubah umat sekarang agar menjadi baik.Penggambaran Allah tentang perubahan yang terjadi pada para sahabat Nabi yang dahulunya berada dalam kegelapan jahiliyah kemudian berada dalam cahaya Islam yang gemilang.
Perubahan individu contohnya terjadi pada Mus’ab bin Umair yang sebelum mengikuti dakwah Rasul merupakan pemuda yang paling terkenal dengan kehidupan yang glamour di kota Makkah tetapi setelah menerima Islam, ia menjadi pemuda sederhana yang da’i, duta Rasul untuk kota Madinah. Kemudian menjadi syuhada Uhud. Saat syahidnya Rasulullah membacakan ayat dalam QS Al Ahzab : 23.
Reaksi masyarakat Quraisy terhadap kalimat tauhid. 85:6-10, reaksi musuh terhadap keimanan kaum mukminin terhadap Allah 18:2, 8:30, musuh memerangi mereka yang konsisten dengan pernyataan Tauhid.Seperti yang dikisahkan dalam Q.S. Al Buruj ayat 6-10.

4. Hakekat Dakwah Para Rasul
Setiap Rasul semenjak Nabi Adam as. hingga Nabi besar Muhammad saw membawa misi dakwahnya adalah syahadat. Apa yang diwahyukan kepada Rasulullah sama dengan apa yang diwahyukan kepada Nabi-Nabi sebelumnya. Mereka semua mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah semata dan hanya menyembah kepada-Nya.Seperti yang diserukan Nuh as kepada kaumnya dalam Q.S. Al A’raf ayat 59.
Nabi Ibrahim berdakwah kepada masyarakat untuk membawanya kepada pengabdian Allah saja serta membebasakan diri dari kemusyrikan.Para Nabi membawa dakwah bahwa Ilah yang satu yaitu Allah saja.
“Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa".Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya."(Q.S. Al Kahfi :110).
5. Fadailul A’dhim (Ganjaran Yang Besar)
Banyak ganjaran yang diberikan oleh Allah dan dijanjikan oleh Nabi Muhammad saw. Di antaranya seseorang akan dimasukkan ke dalam surga dan dikeluarkan dari neraka seperti sabda Rasulullah saw:
Ubadah bin Shamit meriwayatkan dari Nabi saw beliau bersabda, “Barang siapa mengatakan tiada Ilah selain Allah tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, bahwa Isa adalah hamba dan utusan-Nya, kalimat-Nya yang dicampakkan kepada Maryam dan ruh dari-Nya, dan bahwa surga adalah haq serta neraka itu haq. Allah akan memasukkannya ke surga, apapun amal perbuatannya.” ( H.R. Bukhari)
Orang yang mengikrarkan syahadat akan mendapatkan syafaat Rasulullah di hari kiamat, seperti sabda beliau,
Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw ditanya, “Siapakah orang yang paling berbahagia dengan syafaatmu di hari Kiamat?” Rasulullah saw bersabda, “Aku telah mengira ya Abu Hurairah, bahwa tidak ada seorangpun yang tanya tentang hadits ini yang lebih dahulu daripada kamu, karena aku melihatmu sangat antusias terhadap hadits. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku di hari kiamat adalah yang mengatakan La Ilaha Illallah secara ikhlas dari hatinya atau jiwanya.” (H.R. Bukhari).
KESIMPULAN
Pemaknaan dua kalimah syahadat yang selama ini dilakukan oleh masyarakat belum sepenuhnya benar, kebanyakan hanya mengamalkan syahadatain lewat ucapan saja. Tugas kita setelah kita mengetahui dan memahami apa itu makna syahadatain adalah menyebarkannya pada lingkungan kita dengan cara memberikan contoh kepada masyarakat.
Mengingat begitu besar makna syahadatain sementara begitu banyak yang belum memahaminya.Maka sudah seharusnya kita bekerja keras untuk meningkatkan kapasitas diri kita, memperbanyak bacaan islami, meningkatkan kualitas ibadah dan hafalan kita serta mempererat silaturahim. Sehingga lambat laun lingkungan kita akan dapat menerima kita sebagai panutan untuk mereka.

Maroji’ :
1.   Aqidah seorang muslim, KSI- Al Ummah, 1993, Jakarta.
2.   Ar-Rosul - Muhammad Saw, Said Hawwa, Terj. Pustaka Mantiq, 1992, Solo
3.   Mengenal Muhammad, A. Hasan, 1977, Surabaya
4.   Mentoring Pembinaan UI. Buku Panduan Mentoring Untuk Pemula

APA KABAR HATI ??
TUJUAN : 
1.      Mengetahui fungsi dianugerahkannya hati kepada manusia
2.      Mengetahui macam-macam cinta
3.      Mengetahui tanda-tanda hati yang sehat
PENDAHULUAN
            Hati merupakan panglima dari tubuh kita, ketika informasi dari luar kita peroleh, maka otak akan memprosesnya secara rasional, memahami makna dari informasi yang kita dapatkan berikut dampak serta definisi-definisi lainnya. Kemudian informasi tersebut akan diteruskan ke hati untuk memutuskan tindakan apa yang dilakukan untuk merespon hal tersebut. Hati ya itulah yang masih menyisakan belas kasihan, iba, serta kasih sayang diantara manusia. Oleh sebab itulah orang-orang sangat rajin mengkaitkan antara hati dengan cinta. Lebih spesifiknya lagi cinta antara dua jenis manusia, laki-laki dan wanita.
            Pemaknaan hati ternyata berbeda untuk masing-masing individu. Ada yang menganggap hati adalah sumber kekuatan untuk mendekat kepada Rabb nya, namun ada pula yang menganggap hati hanyalah sebagai alat indikator seseorang mendekati lawan jenisnya untuk yang sering mereka katakan -mengekspresikan cinta mereka-. Ketika godaan untuk mengekspresikan tadi muncul, maka getaran hati akan mereka terjemahkan sebagai sinyal untuk memulai. Padahal jika mereka tahu, sebenarmya syetanlah yang membuat segala hal tersebut indah.
            Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa hati merupakan bagian penentu, dimana jika satu bagian tersebut baik, maka baiklah seluruh amalan anggota badannya dan begitupun sebaliknya. Agar kita lebih dapat mengenali hati kita berikut kondisi kesehatannya, uraian berikut ini akan memberikan penjelasan tentang hal tersebut. Uraian ini dapat digunakan oleh siapa saja, khususnya pada Anda remaja muslim yang peduli dengan kondisi hatinya. 
 
 
PEMBAHASAN
            Hati dalam bahasa arab sering disebut dengan qolbun. Dia merupakan salah satu organ dalam yang berfungsi sebagai penetralisir racun dan penggumpal lemak menjadi asam lemak. Sedangkan hati dalam arti lainnya adalah penentu perilaku yang akan kita lakukan. Hati identik dengan kelembutan dan kasih sayang. Maka dari itu banyak sekali masalah yang timbul dari pendefinisian hati yang salah.
            Salah satu dari sekian banyak permasalahan hati adalah problematika seseorang yang tidak bisa menjaga perasaannya (baca : mengungkapkan perasaannya pada seseorang yang tidak ada jaminan akan menjadi pasangannya kelak). Intensitas yang terlalu sering beriteraksi antara laki-laki dengan perempuan atau sebaliknya yang notabene mereka adalah partner kita, mekipun sedikit namun saya yakin pasti pernah mengalami gejolak hati terhadap sang partner tersebut. Kagum, sebel, marah dan bahkan jatuh cinta pada mereka adalah hal yang manusiawi dan tidak dilarang. Cuma permasalahannya adalah bagaimana menyikapi perasaan tersebut.
            Kalau lah jatuh cinta pada lawan jenis itu dilarang niscaya Khadijah tidak akan melamar Rasulullah. Dan Fatimah tidak akan pernah mengungkapkan perasaannya pada Ali bahwa ia pernah mencintai seorang laki-laki sebelum menikah dengan Ali. Ketika ditanya oleh Ali, “Apakah kamu menyesal menikah denganku wahai Fatimah?”. Apa jawaban Fatimah?
“Aku tidak menyesal. Karena orang yang aku cintai adalah engkau”
            Luar biasa!! Keagungan cinta yang terpendam, yang tidak pernah terjamah oleh siapa pun dan tetap terjaga kesuciannya hingga tak ada satu pun orang yang tau sampai tiba saatnya. Karena ketika “rasa itu” keluar sedikit saja dan diketahui oleh selain kita, pasti rasa itu akan terjamah oleh orang dan bisa jadi akan terkontaminasi oleh hal-hal yang bisa menyebabkan timbulnya fitnah dan akan semakin membuka lebar pintu buat syetan untuk menodai cinta itu.
            Kepada siapa pun, para muslim dan muslimah yang pernah atau sedang mengalami gejolak hati, mohon dijaga rasa itu agar tidak keluar. Jangan mempertimbangkan diri sendiri, apakah “si dia” tersebut juga punya “rasa” yang sama dengan kita atau jangan-jangan kita kedahuluan oleh orang lain bila tidak segera mengungkapkannya? 
            Disisi lain yang berbeda, mungkin kita bisa dikatakan bebas virus yang satu itu. Tapi syetan tidak berhenti sampai disitu. Syetan akan berusaha menanamkan perasaan yang kontra dengan rasa itu. Bukan perasaan cinta, tapi sebaliknya, kebencian. Masalah cinta itu sampai ke “si dia” atau tidak itu urusan Yang Maha Mencintai. 
 
Macam-Macam Cinta
           Islam mengakui adanya cinta dengan berbagai macamnya. Sebagiannya dipuji bahkan diwajibkan, sebagian lain adalah cinta terlarang.
Pertama. Cinta Syar’i. 
           Ini adalah cinta tertinggi dan mulia yang diperintahkan Allah ‘Azza wa Jalla terhadap hamba-hambaNya yang beriman, yaitu cinta kepada Allah dan syariatNya, RasulNya dan sunahnya, mencintai Jihad dijalanNya,  serta cinta kepada kebaikan dan pelaku kebaikan. Cinta terhadap mereka tidak boleh dikalahkan oleh yang lainnya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At Taubah : 24).
            Inilah cinta mulia yang tidak tergantikan oleh lainnya. Tidak cukup hanya pengakuan di mulut tetapi tidak ada pembuktian. Bukanlah cinta kalimat manis di lisan, tetapi cinta adalah pembuktian dengan perbuatan. Mengaku cinta Allah Ta’ala tetapi sering melupakanNya, melanggar perintahNya, dan melakukan laranganNya. Mengaku cinta RasulNya tetapi asing terhadap sunahnya, tidak mengikuti petunjuknya, dan tidak ada gairah untuk membelanya ketika beliau dihina. Mengaku mencintai jihad dan merindukan mati sebagai syahid (martyr), tetapi tidak pernah mau tahu kondisi umat Islam dan tidak ada niat sama sekali membantu mereka.
Allah Ta’ala berfirman:
Katakanlah (hai Muhammad): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran (3): 31)
Kedua. Cinta Thabi’i (natural)
           Ini adalah cinta tingkatan kedua yaitu cinta yang secara alami ada dalam jiwa setiap manusia. Baik dia muslim atau bukan, perasaan ini ada pada siapa saja. Cinta ini tidak tercela karena memang Allah ‘Azza wa Jalla  titipkan kepada hati manusia. Namun, cinta ini tidak boleh melebihi dan mengalahkan cinta syar’i. Di sisi lain, hendaknya kita sederhana terhadapnya tidak berlebihan, karena cinta ini hanya sesuatu yang boleh-boleh saja. Jika cinta ini telah melebihi cinta syar’i, lebih mementingkan ini dibanding Allah dan rasulNya, maka menjadi terlarang sebagaimana ayat di atas. Di sisi lain, cinta thabi’i tidaklah dipuji, sebab dia memiliki potensi melalaikan Allah dan rasulNya.
           Contoh cinta ini adalah mencintai isteri, suami, anak, orang tua, saudara, kawan, pekerjaan, kekayaan, makanan, pakaian, tempat tinggal, tanah kelahiran, dan hal-hal yang alami ada di kehidupan manusia secara umum.
           Ada pun berbakti kepada kedua orang tua adalah wajib, menghormati saudara sesama muslim adalah wajib, bekerja mencari nafkah halal adalah wajib bagi laki-laki, namun kewajiban  harus dilaksanakan baik dengan cinta atau tidak.  Maka,   mencintai  orang tua, saudara, dan pekerjaan adalah hal lain. Sebab cinta atau tidak kita harus tetap menghormati mereka, dan tetap harus mencari nafkah.
Allah Ta’ala berfirman:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak  dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali Imran (3): 14)
Ketiga. Cinta fasadi (merusak)
           Ini adalah tingkatan terendah dari semuanya yakni mencintai kemaksiatan dan membanggakannya. Tidak malu berbuat buruk, berkata kotor, justru menjadi bagian hidupnya. Judi, mabuk, zina, mencuri, dan menjadi candu yang jika ditinggalkan dia merasa ‘kurang hidup’. Ini merupakan cinta yang rendah dan hina. Saat itu tak ada bedanya manusia dengan hewan, bahkan lebih sesat lagi.
 
Allah Ta’ala berfirman:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A’raf (7): 179)
Nah, setelah kita mengetahui macam-macam cinta, kita dapat mengevaluasi diri; pada tingkatan mana cinta kita berada?
 
Karakteristik Hati yang Sehat
            Hati yang sehat memiliki beberapa tanda, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah di dalam kitab “Ighatsatul Lahfan min Mashayid asy-Syaithan.” Dan di antara tanda-tanda tersebut adalah mampu memilih segala sesuatu yang bermanfaat dan memberikan kesembuhan. Dia tidak memilih hal-hal yang berbahaya serta menjadikan sakitnya Hati. Sedangkan tanda Hati yang sakit adalah sebaliknya. Santapan Hati yang paling bermanfaat adalah keimanan dan obat yang paling manjur adalah al-Qur’an. Selain itu, Hati yang sehat memiliki karakteristik sebagai berikut: 
 
1.    Mengembara ke Akhirat 
        Hati yang sehat mengembara dari dunia menuju ke akhirat dan seakan-akan telah sampai di sana. Dia datang dan berada di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing, yang mengambil sekedar keperluannya, lalu akan segera kembali lagi ke negeri asalnya. Nabi shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda, "Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau (musafir) yang melewati suatu jalan." (HR. al-Bukhari).
2.      Mendorong Menuju Allah SWT 
          Di antara tanda lain sehatnya Hati adalah selalu mendorong si empunya untuk kembali kepada Allah SWT dan tunduk kepada-Nya. Dia bergantung hanya kepada Allah, mencintai-Nya sebagaimana seseorang mencintai kekasihnya. Tidak ada kehidupan, kebahagiaan, kenikmatan, kesenangan kecuali hanya dengan ridha Allah, kedekatan dan tunduk terhadap-Nya. Merasa tenang dan tentram dengan Allah, berlindung kepada-Nya, bahagia bersama-Nya, bertawakkal hanya kepada-Nya, yakin, berharap dan takut kepada Allah semata. 
Abul Husain al-Warraq berkata, "Hidupnya Hati adalah dengan mengingat Dzat Yang Maha Hidup dan Tak Pernah Mati, dan kehidupan yang nikmat adalah kehidupan bersama Allah, bukan selain-Nya." 
3.     Tidak Bosan Berdzikir 
          Di antara sebagian tanda sehatnya Hati adalah tidak pernah bosan untuk berdzikir mengingat Allah SWT. Tidak pernah merasa jemu untuk mengabdi kepada-Nya, tidak terlena dan asyik dengan selain-Nya, kecuali kepada orang yang menunjukkan ke jalan-Nya, orang yang mengingatkan dia kepada Allah SWT atau saling mengingatkan dalam kerangka berdzikir kepada-Nya. 
4.     Menyesal jika Luput dari Berdzikir 
          Hati yang sehat di antara tandanya adalah, jika luput dan ketinggalan dari dzikir dan wirid, maka dia sangat menyesal, merasa sedih dan sakit melebihi sedihnya seorang bakhil yang kehilangan hartanya. 
 
 
5.     Rindu Beribadah 
          Hati yang sehat selalu rindu untuk menghamba dan mengabdi kepada Allah SWT, sebagaimana rindunya seorang yang kelaparan terhadap makanan dan minuman. 
6.     Khusyu' dalam Shalat 
          Hati yang sehat adalah jika dia sedang melakukan shalat, maka dia tinggalkan segala keinginan dan sesuatu yang bersifat keduniaan. Sangat memperhatikan masalah shalat dan bersegera melakukannya, serta mendapati ketenangan dan kenikmatan di dalam shalat tersebut. Baginya shalat merupakan kebahagiaan dan penyejuk hati dan jiwa. 
7.     Kemauannya Hanya kepada Allah 
          Hati yang sehat hanya satu kemauannya, yaitu kepada segala sesuatu yang diridhai Allah SWT. 
8.     Menjaga Waktu 
          Di antara tanda sehatnya hati adalah merasa kikir (sayang) jika waktunya hilang dengan percuma, melebihi kikirnya seorang yang pelit terhadap hartanya. 
9.     Introspeksi dan Memperbaiki Diri 
          Hati yang sehat senantiasa menaruh perhatian yang besar untuk terus memperbaiki amal, melebihi perhatian terhadap amal itu sendiri. Dia terus bersemangat untuk meningkat kan keikhlasan dalam beramal, mengharap nasihat, mutaba'ah (mengontrol) dan ihsan (seakan-akan melihat Allah SWT dalam beribadah, atau selalu merasa dilihat Allah). Bersamaan dengan itu dia selalu memperhatikan pemberian dan nikmat dari Allah SWT serta kekurangan dirinya di dalam memenuhi hak-hak-Nya. 
 
KESIMPULAN
              Setelah mengetahui apa saja macam-macam cinta dan tanda-tanda hati yang sehat, sebagai seorang muslim tentunya kita akan memilih yang terbaik buat kita. Perlu diingat untuk senantiasa menjaga hati kita, karena Allah SWT begitu pencemburu, Dia cemburu kepada hambaNya yang justru mencintai selainNya. 
           Orang jatuh cinta, sama dengan orang jatuh sakit. Memiliki gejala dan tanda-tanda yang khusus. Orang jatuh cinta kepada apa pun tidaklah akan keluar dari tanda-tanda berikut:
1.     Banyak mengingat dan menyebut nama yang dicintai. Setiap momen dan keadaan selalu disebut namanya.
2.     Mengagumi apa yang dilakukan yang dicintainya itu. Apa pun saja walau buruk- terasa indah.
3.     Ridha terhadap apa yang diperbuatnya. Dia tidak marah terhadap apa yang diperbuat oleh yang dicintainya itu, walau begitu menyakitkan. Apalagi sesuatu yang menyenangkan!
4.     Memberikan pengorbanan untuknya. Tidak ada cinta tanpa pengorbanan, bukan hanya uang, nyawa pun siap dikorbankan demi sang kekasih.
5.     Takut. Bukan takut sebagaimana dengan hewan buas, tetapi takut jika dia beralih ke lain hati, takut dia pergi, takut dia sudah tidak cinta lagi.
6.     Penuh pengharapan. Berharap agar bisa sehidup semati dan selalu ada di sampingnya baik sudah dan senang.
7.     Mentaatinya. Apa yang diinginkan sang kekasih akan dituruti walau pun sulit. Semua ini demi cinta!
Lihatlah tanda-tanda ini! Apakah ada dalam diri anda? Jika ada maka anda -diakui atau tidak- sedang mengalami jatuh cinta. 
Masalahnya adalah kepada siapa cinta itu anda berikan?
Anda sedang mencintai Allah, Rasul, dan amal shalih, maka ciri dan tandanya sama dengan di atas.
Anda mencintai harta, tahta, dan wanita/laki-laki, maka ciri dan tandanya sama dengan di atas.
Anda mencintai maksiat dan kejahatan, maka ciri dan tandanya sama dengan atas juga.
Semua pilihan ada di tangan anda, dan akibatnya pun akan kita terima masing-masing sebagai bentuk hak dari apa yang kita putuskan terhadap cinta.
Sesungguhnya dalam satu rongga dada hanya ada satu hati ……………
Dalam satu hati hanya ada satu cinta yang tinggi dan mulia …
Cinta itu hanya kepada Allah, Rasul, dan berjuang untuk agamaNya
 
Maroji’:
1.      Syaikh Ali bin Hasan bin Ali al-Halabi. Mawaridul Aman al Muntaqa min Ighatsatil Lahfan fi Mashayid asy-Syaithan, diambil dari website alsofwah.or.id
2.     Farid Nu’man Hasan. Manajemen Cinta (Idariyatul Mahabbah). Diakses dari www.abuhudzaifi.multiply.com
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar